![]() |
Bayu, M.Pd (Dosen Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS) |
TANJUNGPURANEWS.COM (SAMBAS) - Perkembangan
teknologi digital membawa perubahan besar dalam hampir seluruh aspek kehidupan
manusia, termasuk dunia pendidikan. Generasi muda saat ini tumbuh di tengah
derasnya arus digitalisasi yang menawarkan informasi tanpa batas, akses
komunikasi tanpa sekat, serta peluang belajar yang lebih luas dibandingkan era
sebelumnya.
Namun, di balik peluang besar
tersebut, muncul tantangan serius yang tidak boleh diabaikan: bagaimana
memastikan pendidikan karakter tetap menjadi fondasi utama dalam membentuk
generasi bangsa.
Pendidikan karakter sejatinya
bukanlah konsep baru. Sejak dahulu, keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial
menjadi ruang utama penanaman nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggung
jawab, empati, dan kerja sama.
Akan tetapi, era digital
menghadirkan dinamika baru. Kini, anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan
layar gawai dibandingkan dengan orang tua atau guru mereka. Media sosial,
permainan daring, dan konten hiburan menjelma sebagai “guru kedua” yang berpengaruh
kuat terhadap pola pikir dan perilaku generasi muda.
Di satu sisi, kondisi ini
memunculkan kekhawatiran. Maraknya ujaran kebencian, perilaku intoleran,
kecanduan gawai, hingga berkurangnya interaksi sosial di dunia nyata hanyalah
sebagian kecil dari dampak negatif digitalisasi terhadap perkembangan karakter.
Generasi yang tumbuh dengan pola
komunikasi serba instan kerap kehilangan kesabaran, kurang peka terhadap
lingkungan, bahkan cenderung individualistis. Jika tidak dikendalikan dengan
bijak, era digital berisiko melahirkan generasi yang cakap teknologi tetapi
rapuh secara moral.
Namun, era digital bukan hanya
ancaman. Dengan strategi tepat, teknologi justru bisa menjadi sarana efektif
memperkuat pendidikan karakter. Nilai kejujuran dapat ditanamkan melalui
literasi digital yang menekankan pentingnya memverifikasi informasi sebelum
menyebarkannya.
Tanggung jawab bisa dibangun
lewat pembelajaran berbasis proyek menggunakan platform digital. Sementara
empati dan kepedulian sosial dapat tumbuh melalui kampanye kemanusiaan di media
sosial yang melibatkan anak muda secara langsung.
Tantangan terbesar adalah
bagaimana orang tua, guru, dan masyarakat beradaptasi dengan perubahan ini.
Tidak cukup sekadar melarang anak bermain gawai atau menutup akses media
sosial. Yang lebih penting adalah mendampingi mereka agar mampu menjadi pengguna
digital yang bijak. Orang tua perlu hadir sebagai teladan, menunjukkan
bagaimana memanfaatkan teknologi secara produktif.
Guru harus kreatif
mengintegrasikan nilai karakter dalam kurikulum digital. Sedangkan masyarakat
dituntut menciptakan ruang publik yang sehat, baik di dunia nyata maupun di
ruang maya.
Inovasi konkret yang dapat
dilakukan misalnya menghadirkan kelas pendidikan karakter berbasis platform
digital. Materi etika bermedia sosial, budaya diskusi sehat, hingga literasi
informasi bisa disajikan dengan cara interaktif dan menyenangkan.
Media sosial pun dapat dijadikan
wadah kampanye kebaikan, mengajak generasi muda menyebarkan pesan positif,
menghargai perbedaan, serta memperkuat solidaritas. Dengan pendekatan seperti
ini, teknologi digital bukan lagi lawan, melainkan mitra dalam membangun
karakter bangsa.
Pendidikan karakter di era
digital tidak berarti menolak perubahan atau mempertahankan pola lama.
Sebaliknya, ia harus menjadi proses kreatif yang mengintegrasikan nilai moral
ke dalam ruang baru yang tercipta oleh teknologi.
Dengan begitu, generasi muda
tidak hanya siap menghadapi tantangan global, tetapi juga mampu menjadi agen
perubahan yang membawa kebaikan.
Kunci keberhasilan ada pada
kolaborasi. Keluarga, sekolah, pemerintah, media, dan masyarakat harus bergerak
bersama. Pendidikan karakter tidak boleh berhenti sebagai slogan, melainkan
menjadi gerakan nyata yang terintegrasi.
Era digital adalah keniscayaan
yang tidak bisa dihindari. Namun, apakah ia akan melahirkan generasi yang
kehilangan arah atau justru generasi emas yang berakar pada nilai moral, semua
bergantung pada bagaimana kita mengelola pendidikan karakter hari ini.
Jika peluang ini dimanfaatkan
dengan bijak, era digital bukanlah ancaman, melainkan jembatan menuju lahirnya
generasi unggul: cerdas secara intelektual, matang secara emosional, dan kokoh
dalam karakter. Inilah tantangan sekaligus harapan bagi kita semua dalam
menjemput masa depan bangsa.
Penulis: Bayu, M.Pd (Dosen
Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS)
Social Header